Tuesday, November 15, 2016

Arsitektur Biologis ( Arsitektur dan Lingkungan )


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnMnX9qpLu_sHOgnIwqonmmHANo1ast2LxPItRWSPBPDzLAqsdpEB29z9erV090fxOuYgaUhDjiFY-Hp80EuVMpjqF0wLwtZVkNEuSp-idWlBF0Pbt-aAX-R1H-didLt3OcFG1dCC4dQSu/s320/arsitekrur+biologis.jpgArsitektur Biologis
Dalam arsitektur dikenal istilah arsitektur biologis, yaitu ilmu penghubung antara manusia dan lingkungannya secara keseluruhan yang juga mempelajari pengetahuan tentang hubungan integral antara manusia dan lingkungan hidup, dan merupakan arsitektur kemanusiaan yang memperhatikan kesehatan. Istilah arsitektur biologis diperkenalkan oleh beberapa ahli bangunan, antara lainProf. Mag.arch, Peter Schmid, Rudolf Doernach dan Ir. Heinz Frick. Sebenarnya, arsitekturbiologis bukan merupakan hal yang baru, sebab sejak ribuan tahun yang lalu nenek moyangkita telah menerapkan konsep dasar dari arsitektur biologis ini, yaitu dengan membangun rumah adat (tradisional) menggunakan bahan-bahan yang diambil dari alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan mempertimbangkan rancang bagun yang dapat tahan dengan segala macam ancaman alam, seperti hewan buas dan bencana seperti banjir, longsor,gempa, dan lain-lain.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnMnX9qpLu_sHOgnIwqonmmHANo1ast2LxPItRWSPBPDzLAqsdpEB29z9erV090fxOuYgaUhDjiFY-Hp80EuVMpjqF0wLwtZVkNEuSp-idWlBF0Pbt-aAX-R1H-didLt3OcFG1dCC4dQSu/s320/arsitekrur+biologis.jpg
Hal ini menjadi konsep arsitektur biologis saat ini menjadi lebih kontemporer. Arsitektur biologis akan mempergunakan teknologi alamiah untuk menetrasi keadaan kritis alam yang sudah mulai terancam, untuk meningkatkan kualitas kehidupanyaitu kerohanian, dan kualitas bangunan dengan bagian-bagian material.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi40wgTNqFznY6j5CvVQpxarC4Arn4dJ57_VHveOPZ8UPzU7M-BPYi8rcL31wFR2rLd-payL2AAsVHB5kJLnXbZPXHhUOd8a3rkEUUa2-JN8kO4Y6bdYa1m8MBHlkIVj1H6E6Xki4hGTWDy/s320/1947392_1468827_merantimerah.jpg.jpg

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWnmC79i8bLoL7eDxn-Srg-b3l6_FEG8VS61onrFukTiqINTifIG3MHWvE_7nPsn6SiRKwlG5fmJ1Nj4sEYp69wvDsVUubr0pzA7gOoADPPUCGGlO-GHpN9md3KSIbWnz7f0ddaDBUCO6I/s320/bamboos.jpg

Bahan-bahan bangunan yang digunakan dalam mewujudkan arsitektur biologis adalah bahan-bahan bangunan dari alam, seperti kayu, bambu, rumbia, alang-alang dan ijuk. Perencanaan arsitektur biologis senantiasa memperhatikan konstruksi yang sesuaidengan tempat bangunan itu berada. Teknologinya sederhana, bentuk bangunannya punditentukan oleh rangkaian bahan bangunannya dan oleh fungsi menurut kebutuhan dasar penghuni dengan cara membangunnya. Arsitektur tradisional merupakan contoh dari arsitektur biologis.

Tuesday, October 11, 2016

Arsitektur Ramah Lingkungan ( Arsitektur dan Lingkungan )

Arsitektur Ramah Lingkungan

Pengertian Arsitektur Ramah Lingkungan

Arsitektur yang berlandaskan pada pemikiran “meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi atau merubah fungsi bangunan, kenyamanan maupun produktivitas penghuninya” dengan memanfaatkan sains dan teknologi mutakhir secara aktif.
Mengoptimalkan sistem tata udara – tata cahaya, integrasi antara sistem tata udara buatan-alamiah, sistem tata cahaya buatan-alamiah serta sinergi antara metode pasif dan aktif dengan material dan insturumen hemat energi.
Usulan tiga kriteria untuk sebuah bangunan hemat energi:
  • bangunan harus dilengkapi dengan peralatan yang efisien dan bahan yang tepat untuk lokasi dan kondisi;
  • bangunan harus menyediakan fasilitas dan layanan yang sesuai dengan penggunaan bangunan yang dimaksudkan;
  • bangunan harus dioperasikan sedemikian rupa untuk memiliki penggunaan energi rendah dibandingkan dengan, bangunan sejenis lainnya.

Rumah Ramah Lingkungan

Pengertian  rumah passiv (rumah hemat energi), seperti ditulis laman Deutsche Welle, adalah bangunan yang temperaturnya tetap optimal baik di musim panas maupun di musim dingin. Prinsip dasarnya adalah manajemen panas, yakni dengan mencegah kehilangan panas dan mengoptimalkan sirkulasinya. Panasnya diperoleh dari alam, biasanya dari sinar matahari yang masuk lewat jendela atau dari radiasi panas penghuni dan peralatan rumah tangga. Rumah hemat energi ini pertama kali di buat oleh arsitek dari Jerman.


https://yefrichan.files.wordpress.com/2011/05/konsep-rumah-passiv1.jpg?w=300&h=235

Memang rumah hemat energi semacam itu, memerlukan biaya pembangunan lebih mahal dibanding rumah biasa. Akan tetapi, biayanya kemudian dapat dikompensasi dengan ongkos energi yang 80 persen lebih hemat dan murah. Selain itu iklim di dalam rumah lebih sehat karena dibangun secara ekologis.

Contoh Rumah Ramah Lingkungan
Contoh rumah passiv yang dibuat oleh Miwa Mori yang berusia 34 tahun, sekitar 12 tahun lalu mendapat beasiswa dari Dinas Pertukaran Akademik Jerman DAAD untuk melanjutkan pendidikannya di kota Suttgart Jerman, setelah ia menamatkan kuliahnya di Jepang.

https://yefrichan.files.wordpress.com/2011/05/rumah-passiv-rancangan-miwa-mori.jpg

Di pintu masuk model rumah passiv di kota Ishioka itu, masih berlaku tradisi Jepang, yakni para pengunjung harus menanggalkan sepatunya. Ketika masuk rumah, pandangan akan tertuju pada ruang terbuka di ruang keluarga di lantai dasar hingga ke lantai pertama. Pengusaha pembangunan perumahan lokal, Shimada, ingin memperoleh keuntungan cukup besar dari pembangunan rumah passiv gaya Jerman ini. Karena itulah, agar pelanggan Jepang mengerti apa rumah hemat energi dengan standar Jerman, ia membangun rumah contoh bersama arsitek Mori.

Ruang dapur rumah passiv yang dibangun Miwa MoriRuang dapur rumah passiv yang dibangun Miwa MoriDi lantai dasar, Shimada membangun satu unit dapur cukup lebar di dinding bagian belakang. Ruangan di depannya dapat digunakan untuk meletakkan meja dapur. Sebuah tangga spiral menghubungkan lantai dasar dengan lantai atas yang dirancang seperti galeri. Di lantai atas terdapat tiga kamar tidur. Bagian dalam rumah nyaris semuanya dibuat dari kayu. Terutama kayu cendana Jepang yang memainkan peranan penting bagi pengusaha Shimada, yang ingin menggunakan material kayu khas dari Jepang untuk membangun rumah hemat neregi.





Thursday, May 12, 2016

Butir Kegelisahan ( Manusia dan Kegelisahan )

Tak bisa kupungkiri memang, beberapa hari ini aku terus mencoba menentramkan jiwa, menyelimuti kalbu yang mulai tertoreh. Menutupi kegelisahan yang aku sendiri tak memahaminya. Aku melangkah setapak, namun kalut itu masih ada. Kembali ku gelengkan kepala, berharap bayangan yang tak berwujud itu segera hilang meninggalkan diriku. Aku menjerit pelan " Pergilah, aku mohon..." . Terasa ruang ini begitu sempit. Padahal sebelumnya aku sangat mencintai ruang ini, disinilah tempatku menghilangkan jenuh hari-hariku, melepaskan gerutuan yang kudapat dijalanan. Kini, ia tak berarti apa-apa. Seolah ada tempat lain yang lebih nyaman bagiku, dan aku bisa tenang disana. Yup, jelas tempat itu memang ada, Firdaus Nya. Lantas, apa saat ini detik penantian itu sudah dekat? Rabb, hatiku memang gelisah, tapi aku tidak ingin mengahdapMu dalam kondisi seperti ini.
Jiwaku benar-benar carut marut. Aku duduk diatas kursi kesayanganku. Dimana aku melayang kedunia maya, disana aku terbang kemanapun yang aku inginkan, dan disana pula tempatku menoreh banyak cerita, menyampaikan pesan hati lewat tulisan untuk orang banyak. Kugoyangkan penaku perlahan. Tercoret tanpa arah. Tanpa makna. Namun, bagiku coretan itu begitu menyimpan makna. Sebegitukah keadaan hatiku saat ini? Fuih,,,aku tak menemukan ide untuk berpesta pora dengan kata-kata indah yang biasa ku tulis. Kemudian aku bangkit, berjalan kesana kemari. Seandainya sahabatku Rahmi ada disini seperti biasa menemani hari-hariku, pasti ia bingung dan linglung melihatku seperti ini. Tapi keberadaannya pasti bisa sedikit membantuku mengemban kegelisahan ini. Hari ini ia tiada, ia sedang birrul walidain mengunjungi orang tua tercinta di kampung halaman, dan aku tidak berhak melarangnya.
Kuhentikan langkah. Kumelihat kesekeliling. Ah, kenapa aku tidak mengaji saja. Akhirnya aku tersenyum indah, aku tahu apa yang akan aku lakukan saat ini. Segera aku beranjak ke kamar mandi ingin berwudhu, berusaha menentramkan kegalauan hati. Rabb, kesejukan ini sungguh bermakna. Pujian ku hantur syahdu untuk Nya. Kuraih Mushaf Merah marunku, yang selalu bisa membuat bibirku basah indah dengan menghayati tiap katanya. Kumulai dengan kalimat ta'awudz dan basmalah untuk memasuki dunia kalam Nya. Tetesan embun memenuhi ruang jiwaku, menyejukkan jiwaku yang sedang meronta galau. Terasa begitu indah. Air mataku mulai jatuh, bening itu jatuh begitu saja, tanpa paksaan, tanpa rekayasa. Semakin ku memperpanjang bacaan, semakin deras ia bercucuran, menandakan sebegitu beratnya beban hatiku saat ini. Allah aku begitu merindukanMu. Sungguh!!!
Bingung. Lagi-lagi aku seperti ini. Aku merasa dunia saat ini sungguh tidak bersahabat. Bagiku dunia tidak lagi ramah. Walaupun aku tak tahu kapan ia pernah ramah. Aku bosan, bosan melihat prioritas manusia yang selalu hanya memikirkan dunia. Walau aku tidak mungkin juga lari dari dunia. Walau aku masih saja larut dalam aktifitas manusiawi yang tak bermakna. Itulah sebabnya aku merasa bosan. Dunia. Wajah aneh penuh rasa. Ada kebahagiaan, kekejaman, kesadisan dan banyak lainnya yang tak bisa kusebutkan, lebih tepatnya tak ingin kusebutkan. Dunia. Ladang fatamorgana yang manusia tak bisa lari darinya. Memang, tak mungkin terhindar darinya. Sebab kasat mata yang terlihat hanya dunia saja. Ladang akhirat akan hadir setelah adanya perenungan.
Aku sepi. Aku tak mengerti apa aku benar-benar lelah menghadapi dunia ini. Aku kembali merenungi niat yang aku miliki. Apa ia begitu suci? Apa ia sudah lurus? Apa ia sudah layak untuk memperoleh janji FirdausNya? Atau apa ia hanya nafsu dunia saja? Hanya tuntutan yang belum mengenal arah. Entahlah...
" Dunia memang indah, lebih indah dari hayalan seorang putri raja  dikala menanti sang pangeran. Ia kebahagiaan dan kesenangan. Sahabatku Rini, dunia itu hanya tipuan, keindahannya hanya sementara, ia tak menjanjikan apapun, walau kita sudah memperoleh kebahagiaan dari padanya, namun belum pasti bisa kita bawa hingga ke akhirat. Rin,,, sungguh aku begitu mencintai mu karena Allah, aku tahu kau seperti ini bukan karena ketidakpercayaanmu pada janji Allah, bahkan kau lebih tau tentang itu dari pada aku, kau sahabat yang luar biasa Rin, jangan kau biarkan dirimu kalut dalam kegalauan seperti ini. Jika memang kau lelah, berbuatlah satu hal yang bagimu itu lebih baik kau kerjakan saat ini sebab kau takut akan meninggalkan semuanya. Sahabatku,,,Aku tahu siapa dirimu, ambillah ia, dan kerjakanlah ia, jika itu adalah ahsanul amal bagimu. Jangan pedulikan bisikan-bisikan itu, itu hanya akan membuatmu ragu untuk melangkah. Sobat, aku percaya kau tidak akan salah pilih. Karena aku tahu berapa besarnya rasa cinta dalam hatimu untuk Sang Rabb. Rin, aku akan kembali dalam minggu ini, aku harap kau sabar menunggunya. Aku rindu mendengar celotehanmu, suara tawamu, dan pujianmu itu. Ahibbak fillah....."
Aku menangis tersedu. Allah, terima kasih Kau telah memberiku seorang sahabat yang begitu mengerti aku. Aku begitu mencintainya Rabb. Dia yang selalu membantuku menghapus butir kegelisahan hati, dan menguatkan kasihku pada Mu. Pesan itu begitu panjang, ia sahabatku rela mengirimkan pesan panjang itu lewat SMS yang pasti banyak menghabiskan layar. Namun, itu sangat bermakna bagiku. Hatiku yakin kini. Mantap pada keputusan yang akan aku lakukan untuk menghapus semua goyah kalbu ini. Aku khawatir, jika aku tak melakukannya, aku akan lebih parah dari ini.
Bismillah,,Rabb terimalah niat lurus ku ini. Tak ada lain yang kuinginkan selain ridha Mu saja. Sungguh hanya itu Allah.
Sujud takzim ku persembahkan untuk Nya. Kali ini aku merasa sujud ini begitu berkesan. Wahai dunia dengan segala perangkatmu, aku ingin sejenak melupakanmu, meninggalkan harapan dan bayangan serta nafsu yang selama ini melekat di dinding jiwaku. Tak ada janji apapun yang mengikatku, selain hanya janji dari Nya saja.
Kuhapus air mata ini. Kuharap tetesan ini menghapus khilaf yang aku lalui. Kini, hatiku mantap sudah, melangkah maju ke Darul Hufadz, tanah impianku selama ini. Moga saja Aku bisa menghilangkan Hubbud dunya yang ada dalam jasadku selama ini. Allah, aku datang untuk memelihara kalam Mu, seperti yang pernah dilakukan oleh para sahabat dulu. Faidza ‘azzamta fatawakkal ‘alalllah. Bismillah.

Selesaikan Sampai Selesai ( Manusia dan Pandangan Hidup )

Tanpa sadar kita sering menunda pekerjaan/tugas terutama pada hal yang kita tidak kita suka. kita menunda menjawab sms yang masuk, menunda makan, menunda tidur, menunda menelefon seseorang yang disayangi karena kesibukan pekerjaan, menunda pekerjaan karena terlalu asik bergaul, menunda dan lain-lain. Kenapa selalu menunda padahal setiap porsi pekerjaan/ tugas itu sama pentingnya sama seperti kita berhubungan dengan setiap orang yang semua adalah sama penting.
Kenapa sering menunda? Kita menunda hal tersebut bisa dipengaruhi banyak faktor, antara lain faktor kemalasan, teralihkan pada hal lain, capai, lelah, bosan, dll. Ketika kita membiasakan menunda hal-hal yang penting maka itu akan menjadi kebiasaan buruk yang mungkin sering kita ulangi dan tidak disadari.
Orang-orang pun mengacuhkan hal tersebut sampai akhirnya alam semesta yang bertindak seakan menampar orang-orang yang suka menunda pekerjaan. Beberapa hal akan terjadi misalnya karena suka menunda pekerjaan maka pekerjaan tersebut akan menumpuk dan menjadi beban berlipat.
Sebuah pepatah lama mengatakan:

“Jangan Tunda Sampai Esok Apa Yang Dapat Dikerjakan Hari Ini”

Saya kira pepatah itu benar-benar sesuai dengan cerita diatas, itu menjadi solusi yang sangat tepat. Saya sendiri pada waktu kemarin punya pengalaman suka menunda pekerjaan dan akhirnya tanggung jawab itu menumpuk dan saya tidak bisa menyelesaikannya pada waktunya. Hanya penyesalan pada akhirnya, namun tidak boleh larut dalam kemurungan lama2. Sekarang harus berubah, sekarang waktunya menyelesaikan satu demi satu pekerjaan kemarin yang belum selesai, sambil menentukan visi, mencapai asa dan harapan di depan yang luas.

Doa Maling Ayam ( manusia dan Keadilan )

Suatu kisah, terdapatlah maling yang spesialisasinya adalah maling ayam Dan suatu waktu dia tertangkap dan dipenjara, setelah keluar dia berjanji dan tobat dari profesi maling ayam dan berusaha mencari kerja yang halal. 
Singkat cerita setelah keluar dari penjara, dia pun diterima bekerja dipasar ikan yang entah kenapa, lapak tempat dia berjualan bersebelahan dengan pedagang ayam. 
Baru satu hari bekerja setelah lepas dari penjara tidak tahu kenapa?, dikarenakan naluri instingnya yang masih profesional dan tidak hilang walau sudah dipenjara atau setan yang masih doyan merayunya, maka tergiurlah dia dengan ayam-ayam dari penjual sebelah. 
Tetapi sisi lain dari jiwanya menolak untuk mencuri ayam itu maka ia pun berdoa dengan suara yang tanpa dia sadari sangat keras keluar dari mulutnya,dan membuat para pembeli dan pedagang dipasar itu tertawa saat mendengar doanya.

Arti Sebuah Tanggung Jawab ( Maunusia dan Tanggung Jawab )

“Hore… aku mendapat rangking satu” respon saat melihat rapot
Momen ini sangat didambakan, karena baru pertama kali mendapat peringkat sebagus itu. Hasil demikian bisa dia raih berkat rido dari Tuhan dan juga bimbingan dari bu Sartika. Jadi sebagai rasa terimakasih, ia ingin mengajak bu Sartika beserta kedua orangtua untuk makan malam.
Ketika mereka duduk sembari menikmati hidangan di atas meja, bu guru sangat tersanjung karena baru pertama kali dia mengijakkan kaki di restoran mewah.
“Pak, bu, Salman terimakasih banyak atas ajakan makan malam ini” ucapan sambil menyantap udang goreng
“Tidak.. tidak seharusnya kamilah yang berterimakasih, sebab atas bimbingan ibu nan luar biasa Salman bisa menjadi juara kelas” kata pak Toni seraya merangkul pundak sang juara kelas
“Ah biasa saja saya cuma mengarahkan sedikit, tapi karena kepandaian anak bapak dibarengin usaha keras maka iapun dapat meraih peringkat terbaik di kelas” tegas bu Sartika
Sejak saat itulah mereka tidak lagi bertemu selama dua minggu disebabkan oleh libur semester.
Tak terasa liburan semester sudah berakhir, maka sekolah kembali dibuka untuk para siswa yang akan menimba ilmu. Menyadari hal tersebut Salman berangkat dari rumah menuju sekolah dengan semangat baru mempertahankan rengking satu.
Ketika sudah sampai di sekolah ia sambut oleh Karin sang kekasih. Dengan mata nan berbinar-binar mereka pun bergandengan tangan menuju kelas. Saat sudah berada di dalam kelas, tampa disangka-sangka kepala sekolah datang bersama seorang laki-laki muda nan berpakaian seragam sekolah. Melihat itu, Salman menganggap sebelah sebab siswa baru tersebut mempunyai tampang blo’on dan juga sangar.
Seketika waktu berlalu kian cepat, sedikit demi sedikit tingkah laku anak pindahan mulai terlihat, seperti malas belajar dan sering kabur ketika jam sekolah dan lain lain, karena masalah kedisplinan ia sering dipanggil ke ruang guru. Jadi karena demikianlah bu Sartika merasakan kasihan kepada Anjas, maka ia pun berkeinginan untuk mengarahkan siswa nakal itu kepada jalan yang benar, dengan cara memberikan pelajaran khusus secara privat dan memberikan memotivasi agar dapat kembali ke jalan yang lurus. Awalnya bu Sartika sangat kesusahan sekali ketika beliau ingin mengajak Anjas untuk dapat memasukki metode ini karena dia sering mengidahkan tawaran sang guru.
Seperti pada suatu hari, pas jam istirahat bu Sartika mencari anak baru itu supaya dapat berbicara dengan dia, tapi saat ia berjalan tanpa sengaja melihat Anjas sedang mer*kok di koridor sekolah. Menanggapi perilaku itu beliau merasa perihatin sebab jika dia sering mengkonsumsi rok*k secara berlebihan nanti jantung akan rusak.
“Nak, rok*k ini tidak bagus untuk proses pertumbuhanmu!” teguran bu Sartika dengan nada lemah lembut
“Ah, aku yang merasakan akibat, lagian juga tugas ibu di sini cuma memberikan pelajaran bagi saya, maka hal ini bukan urusanmu” tegasnya sambil mendorong pahlawan tampa tanda jasa
Melihat kejadian tidak pantas itu, sebagian siswa-siswi yang lalu-lalang di sepanjang koridor merasa perihatin, sebab mereka mengangap hal demikian tidak etis, termasuk Salman yang sigap membantu membangkitkan sang guru seraya berkata
“Kamu anak baru sudah sok-sokan di sini! sampai melawan ibu guru, kalau ingin jadi preman ayo hajar dulu aku!” ucapan dengan membusungkan dada
“Udah-udah jangan berantam di sini” ibu guru melerai
Dengan rasa tidak puas Salman pergi bersama bu Sartika sembari mengancam-ancam.
Hari ini bu Sartika tidak berhasil membujuk si anak nakal untuk belajar secara privat, tetapi walaupun begitu beliau tidak patah semangat, malah ia semakin terpacu untuk mengajaknya kepada jalan yang benar, meski tanggapan serupa yang di dapat saat mencoba mengarahkan. Sampai suatu ketika dengan sangat terpasang Anjas menerima ajakan sang pejuang tanpa tanda jasa itu dikarenakan sudah jengkel mendengar ceramah.
Dalam proses membimbing, bu Sartika sangat kewalahan karena terkadang ia harus sabar ketika menghadapi sikap malas anak tersebut. Hari demi hari dilalui tetapi beliau belum bisa mengubah anak nakal itu, tapi pada suatu hari Anjas bersemangat untuk belajar. Maka dengan sendiri ia langsung menjemput bu Sartika dari ruang guru ketika jam bel pulang berbunyi.
“Bu… bu ayo kita belajar saya tidak sabar lagi!” ajakannya sambil menarik tangan kanan pejuang tampa jasa itu
Merasakan perubahan, bu Sartika terharu dan semakin terpacu untuk memberi pelajar pada Anjas.
Ketika sampai di sebuah danau yang mempunyai pemandangan indah, bu Sartika sangat terpesona jadi beliau pun memutuskan untuk melakukan kegiatan belajar mengajar di tempat tersebut. Saat mengeluarkan berbagai pelengkapan seperti papan tulis mini, spidol, penghapus dan lain lain, tanpa disangka-sangka Anjas sudah siap dengan peralatan belajar. Melihat si anak nakal mulai ada tanda-tanda ingin belajar bu Sartika pun berdoa
“Ya Tuhanku jadikanlah anak muridku ini menjadi orang yang berguna bagi bangsanya, dan jangan jadikan ia sebagai sampah masyarakat nan terusik jikalau keberadaannya” harapan sang guru sambil berlinang air mata bahagia
Menyadari ada setetes air jatuh dari katup mata, Anjas dengan sigap menghapus kesedihan itu.
“Kenapa ibu bersedih?” tanyanya dengan sopan
“Tidak ada, ayo kita mulai pelajaran” ucapan menyembunyikan kebahagiaan
Sejak saat itulah bu Sartika mengajar lebih intensif sehingga Anjas pun semakin terpacu untuk giat belajar.
Seiring waktu berlajan, Anjas berkembang menjadi anak pintar dan cerdas berkat bimbingan serta arah dari bu Sartika. Kepandaian itu terbukti ketika proses pembelajaran di dalam kelas. Karena hari demi hari Anjas semaking mendominasi pembelajaran, Salman pun merasa iri, disebabkan oleh ketakutan pada tersingkirnya ia dari rengking satu ketika penerimaan rapot. Maka demi mempertahankan rangking satu ia semakin giat lagi agar ketakutannya tidak menjadi kenyataan.
Siang malam ia membasahan pelajaran hingga tidak memperdulikan perut yang sudah keoncongan. Menyadari ada ketidak wajaran pada anaknya ibunda Salman merasa khawatir sebab setiap kali makan mereka tidak bersama-sama lagi dalam satu meja. Maka untuk itulah beliau mendatangi kamar sang buah hati sebelum melaksanakan makan malam.
“Man… Man makan yuk ibu sudah siapkan rendang makanan kesukaanmu” perkataan sembari berjalan
Ketika sampai depan ruangan pribadi Salman, ia melihat di sudut-sudut ranjang tidur sudah bertumpukan-tumpukan puluhan buku pelajaran. Mencermati keadaan nan dilihat oleh matanya, wanita yang sudah berkepala empat itu pun menegur Salman yang sedang serius membahas soal-soal pelajaran.
“Nak… nak mengapa kamar kamu berantakan sekali seperti kadang ayam, padahal kemarin-kemarin ruangan ini rapi dan harum?” tanya sang ibu
“Maafkan ibu, saya berubah menjadi begini guna mempertahankan rangking satu” harapan Salman sambil menatap orang tua
“Oh seperti itu yang kamu lakukan, tetapi walaupun begitu jangalah kamu lupa makan nanti akan sakit lho” perhatian dari sang orangtua
“Ya sebentar lagi mama” berkata sambil membaca buku
“Janji ditunggu di bawah ya” mengigatkan si anak sembari melangkahkan kakinya ke ruang makan
“Iya mamaku sayang” sahutan
Malam pun semaking larut tetapi Salman belum menyelesaikan pekerjaan hingga ia kelelahan dan lalu tertidur pada meja belajar.
Sang mentari pun terbit dari timur, serta burung-burung sudah berterbangan ke sana-ke mari seakan-akan inilah hari ceria. Meskipun begitu Salman tampak sedikit murung dikarenakan uang saku ketinggalan di rumah, tetapi hal tersebut tidak menulunturkan semangat untuk bersekolah terlebih lagi mempertahankan rangking satu.
Saat proses pembelajar di mulai tampa disangka-sangka Karin duduk di sebelah Anjas. Maka Salman pun geram karena si anak baru itu telah mengambil semua yang sudah milik selama ini, mulai dari bintang kelas hingga sekarang pacar, padahal maksud sang kekasih itu hanyalah ingin meminjam pulpen. Karena Salman tidak kuat lagi menahankan kesabaran, ia pun tanpa berpikir panjang memukul meja dengan kuat.
“Owh lo jangan macam-macam di sini, nanti gue habisin lo” tegasnya dengan tatapantajam
“Maaf ya aku enggak tahu yang kamu maksudkan itu” ucapan menggunakan nada rendah
“Alah jangan sok-sok enggak tahu” kata sambil meninju muka dengan penuh amarah
Karena Salman tidak sanggup menahan emosi, Anjas pun babak berur hingga tak sadarkan diri. Melihat hal ini pak guru yang baru masuk sehabis pergantian jam belajar, merasa perihatin terhadap kondisi anak didik tersebut, maka beliau langsung membawa ke UKS. Selama perjalanan darah terus saja menetes. Ketika berada di ruangan kesehatan para dokter kecil melakukan tindakkan yang akan membatu proses penyembuhan luka memar. Sementara di sisi lain si pelaku sedang diintrogerasi oleh guru BK.
“Nak di sini ibu mau minta kejujuran kamu tentang penyebab kamu menghajar Anjas?” pertanyaan kepada sang murid
Saat mendengar hal tersebut, Salmanpun baru sadar terhadap tindakkanya yang sudah keterlaluan. Maka karena itulah ia menjelaskan pokok persalahan
“Jadi bu, kejadian ini terjadi karena dasar kecemburuan terhadap Anjas yang telah merebut kesempatan saya untuk mempertahankan renking satu semester ini, dan juga ia telah merebut pacar saya” pengutaraan sambil menyesali perbuatan
“Oh begitu pokok permasalahan, ibu dapat memaklumi tetapi janganlah bertindakkan demikian, karena kita kan sebagai makhluk hidup yang paling sempuna di anugerahi akal pikran nan berguna sebagai filter, maka sudah wajib semua tingkah laku kita harus dipikirkan dengan matang” ucapan sang guru dengan harapan bisa membuka mata hati si palaku
Mendengar itu, Salman terdiam sejenak sembari berpikir jenih menyikapi nasehat tersebut, lalu ketika sudah paham apa maksud perkataan itu. Ibu guru Bk pun menyuruh untuk meminta maaf kepada Anjas. Karena perintah itulah Salman keluar dari ruangan BK dengan rasa lega oleh sebab permasalahan ini tidak sampai tercampuri kedua orangtuanya.
Ketika ia berada di koridor sekolah, dia dengan meneruskan perjalan menuju ruang UKS untuk meminta maaf. Saat sesampai di depan ruangan kesehatan lelaki itu melihat bu Sartika sedang merawat Anjas dengan penuh kasih sayang. Menyadari perilaku tersebut Salman merasa iri sebab selama ini bu guru tidak pernah lagi menyedikan waktu untuknya. Pada saat ia melangkahkan kaki menuju ruangan tersebut, ia menepuk pundak ibu guru lalu berkata.
“Oh ini yang ibu lakukan, sehingga tidak ada waktu untuk mengajari Salman lagi” ucap dengan nada marah
“Bukan begitu tetapi ibu melakukan ini karena saya kasihan melihat Anjas seperti ini” tegasnya
“Alah jangan berbohong deh bu, mulai sekarang aku tidak mau lihat muka ibu” batahan sembari berjalan
Ketika meninggalkan ruangan tersebut ia manangis sampai akhirnya dia duduk tertunduk di sebuah bukit kecil di belakang sekolah.
Setelah beberapa menit ia bersedih, tiba-tiba datanglah bu Sartika
“Bolehkah ibu duduk di sampingmu?” pertanyaan dengan lemah lembut
“Boleh bu” jawaban lesu
“Kenapa jadi begini?, apakah karena kamu cemburu?” tanya dengan lemah lembut
“Ya bu” keluahan Salman
“Oh itu permasalahannya ibu paham, tetapi walaupun begitu kamu janganlah merubah tingkah lakumu sampai mencederai kawanmu karena hal tersebut adalah perilaku setan. Sebenarnya ibu selama ini tidak menyediakan waktu untuk kamu, oleh sebab saya perihatin terhadap tingkah laku Anjas dulu yang suka kabur ketika jam sekolah di mulai dan tidak semangat belajar, tetapi semenjak ia belajar bersama ibu dia berubah menjadi anak nan rajin serta giat, lagipula ini salah saya juga maka tolonglah maafkan, dan saya janji kepada kamu untuk membagi waktu antara kamu dengan Anjas” pengutaraan sang guru
“Ya bu saya maafkan, tetapi ibu janji ya ingin membagi waktu saya dengan Anjas” jawaban sang murid
“Ya pasti akan ditepati, maka marilah sekarang kamu ikut ibu ke ruangan UKS untuk meminta maaf kepada Anjas” ajakan untuk mendamaikan
Maka karena itulah mereka menuju ruangan UKS. Sesampainya di sana Salman langsung meminta maaf kepada Anjas, dan semenjak peristiwa itulah hubungan mereka membaik dan juga dua anak itu menjadi panutan di sekolah.

Air Minum di Gurun ( Manusia dan Harapan )

Seorang pria tersesat di gurun pasir. Ia hampir mati kehausan. Akhirnya, ia tiba di sebuah rumah kosong. Di depan rumah tua tanpa jendela dan hampir roboh itu, terdapat sebuah pompa air. Segera ia menuju pompa itu dan mulai memompa sekuat tenaga. Tapi, tidak ada air yang keluar.
Lalu ia melihat ada kendi kecil di sebelah pompa itu dengan mulutnya tertutup gabus dan tertempel kertas dengan tulisan,”Sahabat, pompa ini harus dipancing dengan air dulu.. Setelah Anda mendapatkan airnya, mohon jangan lupa mengisi kendi ini lagi sebelum Anda pergi.” Pria itu mencabut gabusnya dan ternyata kendi itu berisi penuh air.

“Apakah air ini harus dipergunakan untuk memancing pompa? Bagaimana kalau tidak berhasil? Tidak ada air lagi. Bukankah lebih aman saya minum airnya dulu daripada nanti mati kehausan kalau ternyata pompanya tidak berfungsi? Untuk apa menuangkannya ke pompa karatan hanya karena instruksi di atas kertas kumal yang belum tentu benar?” Begitu pikirnya.
Untung suara hatinya mengatakan bahwa ia harus mencoba mengikuti nasihat yang tertera di kertas itu, sekali pun berisiko. Ia menuangkan seluruh isi kendi itu ke dalam pompa yang karatan itu dan dengan sekuat tenaga memompanya.
Benar!! Air keluar dengan melimpah. Pria itu minum sepuasnya.
Setelah istirahat memulihkan tenaga dan sebelum meninggalkan tempat itu, ia mengisi kendi itu sampai penuh, menutupkan kembali gabusnya dan menambahkan beberapa kata di bawah instruksi pesan itu: “Saya telah melakukannya dan berhasil. Engkau harus mengorbankan semuanya terlebih dahulu sebelum bisa menerima kembali secara melimpah. PERCAYALAH!! Inilah kebenaran hukum alam.”

Anak Yatim Piatu ( Manusia dan Penderitaan )

Dia adalah seorang yatim piatu dan hanya sempat hidup di dunia ini selama delapan tahun. Satu kata terakhir yang ia tinggalkan adalah saya pernah datang dan saya sangat penurut.Anak ini rela melepasakan pengobatan, padahal sebelumnya dia telah memiliki dana pengobatan sebanyak 540.000 dolar yang didapat dari perkumpulan orang Chinese seluruh dunia. Dan membagi dana tersebut menjadi tujuh bagian, yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga sedang berjuang menghadapi kematian. Dan dia rela melepaskan pengobatannya.

Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai melemah.
Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan saja bayi ini bisa meninggal. Dengan berat hati papanya memeluk bayi tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, "saya makan apa, maka kamu juga ikut apa yang saya makan". Kemudian papanya memberikan dia nama Yu Yan.

Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan seorang anak, tidak ada Asi dan juga tidak mampu membeli susu bubuk, hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras). Maka dari kecil anak ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan. Tetapi anak ini sangat penurut dan sangat patuh. Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, walaupun dari kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat menyukai Yu Yuan. Ditengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa.

Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah. Mencuci baju, memasak nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain. Anak-anak lain memiliki sepasang orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus menjadi seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi sedih dan marah.

Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti, harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal yang lucu yang terjadi di sekolahnya di ceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya.

Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia. Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia.

Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu pagi saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya. Dengan berbagai cara tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut. Sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas desa untuk disuntik. Tetapi sayangnya dari bekas suntikan itu juga mengerluarkan darah dan tidak mau berhenti. Dipahanya mulai bermunculanbintik- bintik merah. Dokter tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk diperiksa. Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri dikursi yang panjang untuk menutupi hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak kemudian mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai sepuluh menit, baskom yang kecil tersebut sudah penuh berisi darah yang keluar dari hidung Yu Yuan.

Keindahan Kota Semarang ( manusia dan Keindahan )

Kota semarang atau yang jaman dahulu lebih dikenal dengan sebutan Venesia from the east memiliki segudang cerita termasuk bangunan-banguinan tua berarsitektur indis.
The Old City atau Kota Lama adalah sebuah potongan sejarang, karena dari sinilah ibu kota Jawa Tengah ini berasal.  Semarang dan Kota Lama seperti dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan begitu saja. Dan tentu saja ini menghadirkan keunikan tersendiri. Sebuah gradasi yang bisa dibilang jarang ada ketika dua generasi disatukan hingga menciptakan gradasi yang cantik sebenarnya. Pada dasarnya area Kota Lama Semarang atau yang sering disebut Outstadt atau Little Netherland mencakup setiap daerah di mana gedung-gedung yang dibangun sejak zaman Belanda.
Bangunan-bangunan peninggalan Belanda yang masih kokoh hingga saat ini antara lain Gereja Blenduk. Gereja Blendukadalah Gereja Kristen tertua di Jawa Tengah yang dibangun oleh masyarakat Belanda yang tinggal di kota itu pada 1753,  dengan bentuk heksagonal (persegi delapan). Gereja ini sesungguhnya bernama Gereja GPIB Immanuel, di Jl. Letjend. Suprapto 32. Nama Blenduk adalah julukan dari masyarakat setempat yang berarti kubah. Di sekitar gereja ini juga terdapat sejumlah bangunan lain dari masa kolonial Belanda. Lawang sewu, Lawang Sewu merupakan sebuah gedung yang merupakan bekas kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907.  Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Gedung Jiwasraya, Gedung Jiwasraya ini memiliki ciri arsitektur kolonial yang sangat khas dengan adanya kubah kecil di tengah atap bangunan. Bangunan berupa simetris dengan pintu masuk berada di tengahnya. Bangunan bersejarah yang terakhir adalah Pasar Johar, Sejarah Pasar Johar Semarang dimulai lebih dari seabad yang lalu. Pada tahun 1860 terdapat pasar yang menempati bagian timur alun-alun ini dipagari oleh deretan pohon johar ditepi jalan. Dari sinilah nama Pasar johar itu lahir. Bagaimanapun bentuknya dan apapun fungsinya saat ini, Kota Lama merupakan aset yang berharga bila dikemas dengan baik. Sebuah bentuk nyata sejarah Semarang dan sejarah Indonesia pada umumnya.

Sunday, May 1, 2016

Hujan Maret ( manusia dan Cinta Kasih )

Masihkah kau ingat hujan yang jatuh di bulan maret? derainya terdengar lebih gelisah bukan?
Saat itu aku mengetuk pintu rumahmu berulang-ulang, dulu kupikir hujan menelan segala suara hingga tak kau dengar gigilku yang beku. Tapi di pertengah maret akhirnya kau buka pintu hatimu, aku tak percaya tapi kulihat langit saat itu menjadi cerah, bahkan sudut mataku menangkap pelangi yang seolah tersenyum padaku. Aku bahagia.
Masihkah kau ingat hujan yang jatuh di bulan maret? derainya terdengar lebih gelisah bukan?
Ini telah kali ke enam maret waktu ku semai cinta yang terus tumbuh di hatiku, meskipun hanya kau izinkan duduk di beranda hidupmu. Dengan hujan yang jatuh di taman rumahmu, aku masih saja menulis doa yang sama.
Masihkah kau ingat hujan yang jatuh di bulan maret? derainya terdengar lebih gelisah bukan?
Sebagaimana kata Sapardi; “waktulah yang fana sedang kita abadi”.  Benar bukan, waktu boleh berlalu pun berhenti, tetapi kita mestilah tetap ada? Maret kembali memutar kenang perjalanan kita, meninggalkan nama waktu yang sama, tetapi meski kemarin bukanlah lagi hari ini. Lagi, akan tetap ku ketuk pintumu.
Masihkah kau ingat hujan yang jatuh di bulan maret? derainya terdengar lebih gelisah bukan?
Tahukah? Karena hujannya jatuh bersama air mataku.

Friday, January 22, 2016

Permasalahan Arsitektur Perkotaan dan Pedesaan

Bersandar pada dua pertanyaan berikut:
1.     “Bagaimana menanggapi dan merespon budaya lokal dalam meningkatkan kualitas sebuah kampung?” dan
2.     “Bagaimana mengikutsertakan masyarakat (sekitar) untuk meningkatkan kampung mereka?”
Jawaban untuk pertanyaan pertama ada pada anggapan yang melatar-belakangi pertanyaan kedua: Proses melibatkan masyarakat itu sendiri adalah cara terbaik dalam mempelajari (kembali) budaya lokal, memenuhi kebutuhannya, mengalih-bentukkannya (transformasi) ke keadaan kiwari (kontemporer), dan meningkatkan kualitas kampung masyarakat kita.
Proses modernisasi yang tiba-tiba (“tiba-tiba modern”) dan dari-atas telah menyebabkan semacam gangguan pada aliran kebudayaan setempat. Hal ini misalnya sangat jelas dalam pendidikan arsitektur sendiri, yang sangat “modern” dan menerjemahkan pengetahuan dari budaya lain ke dalam keadaan setempat secara terbata-bata. Proses itu masih berlangsung. Lihatlah buku-buku yang kita baca. Lihatlah buku-buku yang dianjurkan untuk dibaca pada tiap-tiap mata-kuliah di sembarang Jurusan Arsitektur.
Tetapi gejala ini bukanlah khas negeri kita. Tidak-simetri dalam proses produksi dan konsumsi ilmu pengetahuan adalah hal yang umum terjadi, sama seperti hal-hal lainnya, karena tergantung pada faktor-faktor kekuasaan yang tidak simeteris. Selain itu, hal itu tidak sepenuhnya “salah keadaan atau orang lain” atau tidak dapat diubah sama sekali. Sehubungan dengan keadaan Indonesia, kesalahan antara lain terletak pada diri kita sendiri, bangsa Indonesia, yang kurang banyak menulis atau merekam pengetahuannya dalam bentuk-bentuk lain yang dapat disebarkan dengan cara mudah. Namun, harus pula kita akui dengan senang hati dan bangga, bahwa belakangan ini makin banya buku (pengetahuan!) yang diproduksi oleh bangsa Indonesia sendiri. Dulu kita hanya mengenal bukunya Mangunwijaya (Wastuwidya dan Fisika Bangunan).
Tetapi masih banyak pengetahuan tersimpan di dalam kehidupan sehari-hari rakyat kita.
Pengetahuan ini makin penting sekarang, karena seringkali juga mengandung solusi-solusi realistis untuk transisi menuju kehidupan yang lestari.
Kendala kita terletak pada jumlah keberagaman kita sendiri. Kita harus rela menyediakan waktu, dana,  sumber daya manusia, dan dedikasi untuk belajar ulang tentang diri kita sendiri, sebelum dibatasi (didefinisikan) oleh siapa-siapa pun tanpa berdasarkan pengetahuan yang luas. Pengetahuan tentang diri kita lebih penting daripada definisi tentang diri kita. Sebab, eksistensi keberagaman Indonesia mendahului definisi tentang Indonesia.
Pengetahuan tentang tiap-tiap budaya rakyat kita harusnya juga dipahami bukan secara statis dan teoritis, tetapi selalu dalam pergaulan satu sama lain, dari waktu ke waktu, dan karena itu juga selalu berubah dinamis memasuki masa kini dan masa depan dalam praktik sehari-hari.



Manfaatnya jelas: memperkokoh persatuan yang sejati, memahami kebutuhan rakyat yang sesungguhnya, memberikan solusi-solusi atas kebutuhan dan masalah rakyat dengan cara-cara yang sesuai keadaan dan kemampuan setempat, sehingga dapat lestari pemakaian dan pemeliharaannya, karena melibatkan mereka, karena membangkitkan rasa memiliki.  Tetapi mempelajari (dan menghayati!) keadaan dan kebudayaan setempat pertama-tama penting untuk membongkar perangkap dari apa yang telah dipelajari sebelumnya, yang seringkali telah mengandung template yang membatasi kreativitas dan tidak tepat-guna.
Untuk membangun pengetahuan keberagaman masyarkat dan mempraktikkannya tentu diperlukan strategi pada berbagai tingkatan. Saya hanya akan bicara pada dua tingkat yang mungkin paling relevan untuk diskusi kita ini: pada tingkat praktik berarsitektur dan berkota.
Pada dasarnya kita perlu berubah, berangkat dari menyadari kekurangan pada pendidikan yang telah kita alami, hingga mengubah cara-cara kita berpraktik membangun dan mendiami arsitektur serta kota.
Strategi
Merancang arsitektur tidak mungkin tidak berarti merancang kota. Membangun arsitektur tidak mungkin tidak berarti membangun kota. Tanpa kota, lebih-lebih di masa mendatang, arsitektur tidak bisa mengada. Pada tahun 2007 dari seluruh penduduk dunia 50 % telah menghuni kota. Hingga tahun 2050 penduduk dunia akan bertambah dengan 3 milyar jiwa. Sebagian besarnya akan tinggal di kota-kota Asia dan Afrika. Inilah yang dimaksud dengan Urbanisasi Gelombang ke-2, yang hanya terjadi dalam kurun waktu 80 tahun. Sedangkan Urbanisasi Gelombang ke-1 terjadi selama dua ratus tahun lebih semenjak 1750, tetapi hanya menambah penduduk perkotaan sebanyak 400 juta jiwa di Eropah dan Amerika, dengan eksploitasi sumber daya yang hampir tidak mengenal batas melalui kolonialisasi. Dengan tambahan 3 milayr jiwa dalam 80 tahun, Urbanisasi Gelombang ke-2 juga harus menghadapi masalah kerusakan lingkungan. Karena itu kota-kota memikul beban tanggung-jawab yang besar untuk mengurangi ketergantungan pertumbuhan ekonomi pada pemakaian sumber daya, dan mengurangi dampak lingkungannya. Pada saat ini diperkirakan terdapat 900 juta orang di dunia tinggal di dalam hunian kumuh.[3] Enam ratus juta darinya tinggal di kota-kota Asia.
Demikianlah dominannya kota sebagai tempat dan wujud arsitektur, dan sebagai tujuan arsitektur mengabdi, sudah sekarang dan lebih-lebih di masa mendatang. Membangun kota adalah kegiatan manusia yang paling banyak menguras energi dan sumber daya alam, yang untuk masa depan sangat menjadi masalah dan karena itu memerlukan inovasi yang banyak dan menerobos sekali.
Kota, lebih daripada sekedar konteks untuk perancangan arsitektur, adalah dasar eksistensial arsitektur. Arsitektur tidak pernah milik pribadi semata-mata. Ia selalu milik bersama, setidaknya secara visual, digunakan bersama-sama, setidaknya pada bagian luar dan/atau secara simbolik.



Karena itu, mempererat kembali hubungan antara arsitektur dan kota adalah strategi pertama untuk membuat arsitektur bermakna bagi kemanusiaan. Kota berarti masyarakat, berarti kehidupan bersama, berarti adanya konsensus-konsensus tertentu, berarti saling menghormati, saling berbagi, saling memberi. Arsitektur harus selalu “memberi” kepada kota, kepada masyarakat: memberi tampak-muka/facadenya, memberi ruang, membentuk ruang bersama, dan seterusnya. Dulu sekali, Romo Brouwer pernah mengecam para mahasiswa arsitektur UNPAR, yang menurut memiliki pengetahuan budaya dan sosial yang minim sekali, mengingat bawa tugas dan keputusan-keputusan yang mereka harus buat begitu penting untuk kemanusiaan. Romo Mangunwijaya pernah kritik kelompok Arsitek Muda Indonesia karena begitu saja mempraktikkan post-modernisme yang menurut beliau “kuno” dan tidak mengakar pada masalah nyata Indonesia, pada bumi nusantara.
Menyatukan kembali arsitektur dan kota karena itu berarti mengakarkan juga para arsitek pada masyarakatnya, pada kotanya. Dan proses ini selayaknya selalu dimulai dari masa mahasiswa, dan tidak boleh pernah terputus, apalagi tergantikan.
Dalam praktik, berarti arsitek harus melayani semua segmen masyarakatnya yang beragam, dan kebutuhan-kebutuhan bersama masyarakatnya yang kolektif, yaitu (sistem) prasarana dan saran khalayaknya. Hanya sayangnya keadaan seringkali tidak mendukung. Misalnya ada bagian masyarakat yang tidak mungkin mmbiayai arsitek secara langsung. Selain itu, sistem produksi pengetahuan di kota-kota kita masih tersumbat dan lebih banyak impornya.
Dinamika pengetahuan perkotaan di kota-kota Indonesia menghadapi dua tantangan. Pertama seringkali tidak ada bahan, tidak ada riset yang memadai. Kalaupun ada, seringkali tidak dinamis karena tidak tampil ke wacana khalayak, antara lain karena kurangnya ruang khalayak untuk membincangkan hal-hal demikian. Kedua—mungkin juga antara lain karena yang pertama di atas—wacana perkotaan Indonesia sangat didominasi oleh realitas dan imajinasi tentang Jakarta.
Partisipasi warga, termasuk arsitek dan para sumber daya intelektual dan kreatif lainnya, dalam proses perkotaan, tidak akan optimal tanpa produksi dan dinamisasi pengetahuan yang terus menerus. Dosen, peneliti dan mahasiswa, dapat melakukan produksi dan dinamisasi pengetahuan tentang masyarakat dan kotanya ini sambil belajar dan berpraktik.
Praktik bukanlah bagian terpisah dari proses produksi pengetahuan. Melalui praktik, pengetahuan mengalami proses penubuhan, sehingga menjadi know-how, dan akan mendapatkan umpan-balik untuk saling menyempurnakan.
Pada tingkat arsitektur, praktik sehari-hari masyarakat kita bukan saja mengandung makna simbol-simbol yang abstrak, tetapi juga kearifan teknis yang menyangkut bahan, iklim, dan kegunaan (dalam bahasa Jawa menjadi “kagunan” yang bermakna kesenian juga[4]). Kita perlu meng-alih-bentukkan (transformasi) kearifan ini ke masa kini, ke kota sekarang. Ilmu Fisika Bangunan menjadi penting sekali, supaya kita tidak berspekulasi tentang nilai-nilai simbolik dari pusaka budaya kita saja, tetapi juga “berhitung” tentang kegunaan nyatanya untuk menghadapi tantangan memenuhi kebutuhan rakyat kita yang mayoritas secara hemat bahan dan energi, serta tidak menimbulkan dampak lingkungan. (Karena sesuatu hal, beberapa bulan belakangan ini saya sedikit tanya kiri-kanan tentang nasib mata kuliah Fisika Bangunan di jurusan-jurusan arsitektur  di Indonesia. Ternyata, makin menghilang! Ini menyedihkan.)



Contoh arsitektur rumah Aceh:
§  Rumah Aceh mempunyai ujung atap monjol yang berlubang bukan hanya di permukaan depannya (untuk ventilasi), tetapi juga di permukaan bawahnya, supaya atap tidak terangkat lepas oleh angin yang kencang.
§  Orientasi atap tidak ada hubungan dengan agama tertentu, sebab orang Aceh sudah membangun rumah sebelum agama (monotheisme) datang, melainkan karena berorientasi pada angin.
§  Dinding (atas) rumah Aceh sangat pendek, sehingga semuanya terlindung dari terpaan hujan dan panas langsung.
§  Atap rumah Aceh dapat dilepas hanya dengan memotong beberapa tali pengikat, sehingga apabila terbakar dapat dilepas dengan cara demikian secara cepat. Pohon-pohon pisang  di halaman akan kemudian memadamkan api pada atap yang dilepas-jatuhkan, karena banyak mengandung air.
§  Rumah Aceh dibangun dengan pohon yang ditanam 20an tahun sebelumnya, bukan diambil dari hutan alam. Ketika menikah, pengantin lelaki akan masuk ke dalam keluarga pengantin perempuan. Ayah dari pengantin perempuan akan membangunkan rumah untuk anak perempuan dan suaminya, dengan kayu pohon yang ditanam 20an tahun sebelumnya. Pengantin laki-laki wajib menanam pohon yang kayunya akan digunakan untuk membangun ruma buat anak perempuannya yang menikah 20an tahun kemudian.
§  (Tangga merupakan sesuatu yang sangat penting, yang harus menyatu dengan satu rumah untuk satu keluarga, tidak boleh digunakan bersama keluarga lain, meskipun, misalnya pada kasus rumah kopel. Ini mungkin asal usul kata rumah-tangga).
Selain arsitektur tradisional tinggi, kita perlu mempelajari juga arsitektur vernakular sebagaimana dipahami, dihidupi, dan dipraktikkan sehari-hari oleh rakyat biasa.
Proses rasionalisasi dengan Fisika Bangunan atasa dasar prinsip hemat bahan dan efektifitas kegunaan, sangat penting untuk me-revitalisasi arsitektur rakyat, untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka dan masa depan, tanpa mengabaikan makna-makna simbolik yang masih terkandung atau sedang berubah padanya. Kreativitas diperlukan pada kedua proses transformasi kegunaan dan simbol-simbol sehingga kebutuhan rakyat kita akan keduanya terpenuhi dengan memuaskan di dalam jaman yang berubah dan memiliki tantangan kerusakan dan keterbatasan sumber daya alam ini.
Saya dengar wawancara di KBR 68H ada jurusan Javanologi di Fakultas Sastra, UNS, tetangga Jurusan Arsitektur. Semoga pengetahuan tentang arsitektur dan kota-kota Jawa, termasuk Solo dipelajari juga di situ.
Melibatkan diri dalam proses
Sebelum berpikir tentang “bagaimana mengikutsertakan masyarakat dalam proses meningkatkan kampung” sebaiknya para mahasiswa dan arsitek berpikir dulu tentang bagaimana mengikutsertakan dirinya dalam proses tersebut.
Hambatannya tidak kecil. Sebab pertama ada hambatan sosial-ekonomi. Dan, karena proses pendidikan yang sudah dijalani, mungkin ada keterasingan budaya, setidaknya menyangkut gaya-hidup, ialah selapis kebudayaan yang melekat atau diidentifikasikan dengan gaya-konsumsi.
Pertama-tama arsitek atau calon arsitek harus melengkapi dirinya dengan pengetahuan. Kedua mereka perlu membuka dirinya, mau membanding-bandingkan apa yang telah dipelajarinya di ruang kelas dengan kenyataan di masyarakat secara kritis dan berani (!).
Bagaimanapun saya kira perlu ada kesempatan “pelatihan” melalui praktik nyata bekerja dengan, dan untuk masyarakat untuk benar-benar bisa menghayati pelibatan diri ini.
Sedangkan melibatkan mayarakat sendiri ada tekniknya tersendiri. Akan panjang cerita tentang ini. Tapi ringkasnya perlu dasar penghayatan bahwa pengetahuan itu ada di setiap tubuh, bukan hanya di universitas, di guru, profesor atau kaum “terpelajar” saja.  Pengetahuan itu selain dimiliki karena proses belajar formal, juga karena pengalaman hidup sehari-hari dan diwarisi dari orang tua, nenek moyang, tetangga, dan lain-lain. Proses menyertakan masyarakat juga bukan sekedar proses epistemologis untuk mengumpulkan pengetahuan sebanyak mungkin, melainkan juga suatu proses membangun kepemilikan, sehingga perubahan yang nanti terjadi akan terjadi memang karena dikehendaki oleh yang berkepentingan. Keterampilan visualisasi dua dan tiga dimensi arsitek dapat sangat membantu proses penyertaan masyarakat dalam proses merencanakan dan merancang huniannya.
Selain menyertakan masyarakat dalam meningkatkan kampungnya (atau permukimannya dalam bentuk-bentuk lain), sebenarnya kaum terdidik/terpelajar perlu juga berperan mengajak masyarakat membawakan suaranya kepada kota, kepada masyarakat seluas-luasnya, kepada pemegang otoritas, ke ruang kalayak. Pada kerja demikian, arsitek perlu berempati kepada amanat rakyat. Pada saat yang sama dia akan berjasa menyatukan kembali kampung dan kota, membantu rekonstruksi hubungan antara kebudayaan dan perhitungan-perhitungan serta negosiasi sosial modern, dan menyambungkan rakyat dengan pemimpinnya.
Tahapan dan dimensi Partisipasi.
Sherry Arnstein membagi tahapan partisipasi ke dalam 8 tahapaan/anak tangga.[5]
Saya menyederhanakan proses partisipasi ke dalam tiga tahapan besar saja, untuk menekankan pentingnya kesertaan dalam membuat keputusan:
§  Mobilisasi (terlibat melaksanakan keputusan yang telah dibuat sebelumnya/oleh orang lain): ini sebenarnya bukan partisipasi sama sekali, karena warga tidak terlibat dalam proses membuat keputusan; tetapi, oleh pihak yang berkuasa ini sering disebut sebagai “partisipasi.”
§  Terlibat dalam proses memilih (tetapi tidak membuat) pilihan-pilihan keputusan yang disiapkan orang lain sebelumnya: pilihan-pilihan telah dibuatkan, warga hanya dimintai memilih salah satu dari pilihan; atau warga hanya diminta masukan secara satu arah (semacam survei).
§  Merumuskan sendiri  permasalahan dan pilihan-pilihan, dan memutuskan sendiri, disertai kemungkinan melaksanakan sendiri keputusan yang dibuat.



Semestinya tentu saja masyarakat terlibat hingga ke tahap ke-tiga. Tahap pertama hanya akan menjadikan masyarakat sebagai tenaga kerja—entah untuk kepentingan siapa, dan tujuan yang belum tentu sesuai keinginan atau kebutuhan mereka—dan dapat menimbulkan rasa tidak-ikut-memiliki. Peran serta yang sejati adalah yang turut menentukan keputusan yang diambil. Arsitek perlu menyadari bahwa keputusan-keputusan tentang tempat tinggal, rumah atau kampung, akan melibatkan banyak pertimbangan di luar bidang teknis arsitektur. Selain itu, bila kita juga berpikir tentang pembangunan yang efektif menjawab kebutuhan, maka kesertaan masyarakat dalam merumuskan masalah (sebelum merumuskan pilihan-pilihan solusi) sendiri sudah sangat penting. Rumusan permasalahn yang benar akan menuntun ke jawaban atau solusi yang tepat-guna dan tepat-sasaran.
Dalam banyak praktik, keterlibatan masyarakat diawali dengan suatu proses “pemetaan”, yang bukan saja berarti fisik lingkungan, tetapi juga menyangkut aset sosial-ekonomi dan budaya, serta hubungan-hubungan lainnya yang bisa saja unik untuk setiap tempat. Pemetaan partisipatif adalah suatu istilah dan keterampilan tersendiri, dengan berbagai bentuk kemungkinan. Peta Hijau (www.greenmap.org) adalah salah satu cara.
Dalam keadaan pasca-bencana, kesertaan aktif anggota-anggota masyarakat yang selamat lebih-lebih lagi diperlukan dan memang seharusnya demikian, sebab selain itu hak mereka, hal tersebut akan lebih cepat membantu mereka mengatasi rasa ketakberdayaan atau/dan kekagetan karena tertimpa musibah.
Kesertaan masyarakat perlu memperhatikan beberapa dimensi:
§  Kedalaman:
–       sedalam apa terlibat dalam pembahasan substansi , dan
–       sebanyak apa bekal pengetahuan yang terlibat.
§  Keluasan:
–       seberapa banyak anggota masyarakat yang dapat serta, dibandingkan dengan jumlah keseluruhan masyarakat
–       seberapa banyak dan merata wilayah-wilayah yang terwakili.
§  Keragaman: seberapa banyak kelompok kepentingan yang terwakili
Contoh:
Di sebuah kota kecil di Sulawesi Tenggara, saya pernah mengalamai bahwa ibu-ibu tidak pernah hadir ketika diundang ke pertemuan partisipatif. Setelah diselitiki, sebabnya sederhana: ibu-ibu punya waktu senggang hanya antara jam 1400 dan 1600, ialah ketika para suami tidur siang.
Proses partisipasi tidak perlu dianggap sebagai tugas/tanggung-jawab arsitek semata untuk memfasilitasinya. Ada banyak orang dengan latar belakang ilmu lain dapat serta dan lebih relevan.



Arsitek Kampung
Alternatif lain, selain melibatkan arsitek (lulusan perguruan tinggi, anggota IAI) langsung ke dalam peningatan hunian/kampung masyarakat, adalah membentuk “arsitek” dari dalam komunitas kampung, dengan cara memberikan kursus tiga bulan kepada warga kampung, misalnya kepada tukang-tukang yang sudah punya pengalaman, tentang prinsip-prinsip dan praktik-praktik dasar perancangan.
Hal ini mungkin lebih realistis untuk membantu melayani puluhan juta rakyat kita yang memerlukan jasa perancangan bangunan dan penataan kampung, tetapi tidak mampu membayar arsitek lulusan universitas (dan anggota IAI). Perlu juga dipertimbangkan kenyataan bahwa selama ini sulit sekali mengajak arsitek untuk lebih banyak (dan lama)  melayani masyarakat miskin perkotaan. Menurut hemat saya, selain karena imbalan jasa nya rendah sekali, atau bahkan sukar diadakan, hal tersebut juga disebabkan oleh pendidikan formal yang telah menghasilkan arsitek dengan pengetahuan dan keterampilan teknis yang jauh melebihi apa yang sebenarnya diperlukan untuk sekedar merancang rumah sederhana dan menata kampung. Adalah wajar bila arsitek lulusan universitas mmpunyai cita-cita lebih tinggi yang memerlukan seluruh keterampilan dan pengetahuannya, daripada sekedar merancang rumah sederhanda dan menata kampung kota. Mereka tidak perlu dipaksa untuk mau mengabdikan hidupnya pada penataan kampung dan rumah sederhana.  Lebih realistis memberi kursus tiga bulan kepada tukang kayu atau tukang batu yang sudah ada di antara masyarakat untuk menjadi berwawasan “arsitektur”, dapat merancang rumah sederhana dan menata kampungnya sendiri dan sekitarnya.
Tetapi, masyarakat perkampungan kota itu mencapai mungkin hingga 70-80 % dari penduduk kota-kota kita. Ini jumlah yang sangat menantang dan menggiurkan untuk menjadi ladang pengabdian maupun pekerjaan profesional. Suatu sistem mungkin tetap perlu ditemukan untuk memungkinkan mereka mendapatkan pelayanan arsitektural dari siapa saja, dari “arsitek” yang berasal dari dalam kampung sendiri, maupun arsitek lulusan universitas.
Semoga Saudara-saudara mahasiswa ketika lulus nanti dapat memutuskan dengan bijak tentang kemana pengabdiannya mau diberikan.
Sekian. Terima kasih.