Friday, December 21, 2018

Kritik Arsitektur – Metode Kritik Tipikal


Object : Marina Bay Sands
Marina Bay Sands adalah pusat hiburan terpadu, menghadap ke Teluk Marin di Singapura. Dikembangkan oleh Las Vegas Sands, dan merupakan investasi tunggal paling mahal di dunia dengan biaya SGD 8 miliar (sekitar Rp.56 triliun), termasuk biaya untuk lahannya.
Tempat wisata ini memiliki 2.561 kamar hotel, ruang pameran dan pertemuan seluas 120.000m², mal The Shoppesdan ArtScience MuseumSands Theatre dan Grand Theatre, tujuh restoran koki selebriti, dua pavilyun mengambang, kasino dengan lebih dari 600 meja judi dan 1.500 mesin jakpot. Kompleks ini dinaungi Sands SkyPark sepanjang 340 meter dengan kapasitas 3.900 orang dan kolam renang tanpa batas (infinity edge) sepanjang 150 meter, yang merupakan ruang menggantung terbesar di dunia dengan kantilever sejauh 67 meter di menara utara (Tower 3).
Tempat wisata terpadu seluas 20 hektar ini dirancang oleh Arsitek Moshe Safdie. Didampingi biro arsitek lokal Aedas Singapore, dan teknik sipil oleh Arup dan Parsons Brinkerhoff (MEP). Kontraktor utama adalah SsangYong Engineering and Construction.
            Menara miring namun tetap berdiri lurus di atas pondasi, yang memberikan tampilan kompleks yang unik. Tower 1, khususnya, memiliki kemiringan 26 derajat. Arsitektur ini juga mengikuti prinsip-prinsip Feng Shui untuk menciptakan keseimbangan energi yang sempurna dan harmonisasi dengan lingkungan. Sangat menarik untuk memperhatikan bahwa angka 26 (kemiringan menara 1)  dianggap sejahtera karena jika kedua angkanya ditambahkan akan menghasilkan angka 8, yaitu sebuah angka keberuntungan. Menurut saya hal dimana penerapan unsur-unsur feng shui ini sangan baik melihat juga dari sisi dimana tempat berdirinya bangunan ini.
Marina bay sands Singapore memiliki struktur yang sangan unik dan cukup rumit. Tiga menara berdiri sebagai modul individual, tetapi bersatu di Level 23, dan sekali lagi di bagian atas menara, oleh kantilever Sky Park dengan ketinggian 200 meter di atas kota. Jika itu terdengar mengagumkan, perhatikan pemandangan panjang dan luas Sky Spark.
Sebagai pelopor, kantilevernya 1,2 hektar, sama dengan 12.000 meter persegi. Itu sudah cukup untuk menampung lebih dari empat pesawat A380. Ruang seluas ini dimanfaatkan untuk restoran, kafe, 250 pohon, Infinity Pool (Kolam Renang Tanpa Batas) sepanjang 150 meter, dan galeri yang menawarkan pemandangan 360 derajat kaki langit Singapore dan perairan di sekitarnya. Bahkan panjang Sky Park melebihi ketinggian Menara Eiffel.
Terlepas dari kualitas arsitektur yang terlihat, kompleks tersebut memiliki sejumlah fitur desain yang tidak begitu menonjol. Karena ketinggiannya, bangunan ini rentan terhadap goyangan angin. Dengan kata lain, angin kencang dari laut lepas Singapore menyebabkan menara bergerak. Itulah sebabnya terdapat empat engsel gerak tepat di bawah kolam renang utama, untuk melawan tiupan-tiupan angin besar. Engsel-engsel ini bergerak rata-rata hampir 20 inci untuk menjaga struktur agar tetap stabil.
Dan karena berat bangunan tersebut, seluruh kompleks rentan terhadap cangkramannya ke bumi dari waktu ke waktu. Hal ini dapat menyebabkan beberapa masalah serius dalam kemiringan, itulah sebabnya mengapa terdapat lebih dari 500 dongkrak di bawah struktur yang memungkinkan penyesuaian bila diperlukan. Dengan kata lain, sistem ini bekerja keras untuk menjaga ketinggian kolam renang tanpa batas.
Pencapaian lainnya yang tak terlihat dari arsitektur ini adalah sistem lingkungan yang menggunakan air hujan untuk sistem pendingin, dan elevator kinetik yang mendaur ulang bagian-bagian dari gerakannya untuk menghemat energi. Air hujan dikumpulkan di Art Science Museum dan didaur ulang untuk perairan di seluruh resort . Sebuah pencapaian arsitektur yang pantas mendapatkan pujian dari bagian bangunan itu sendiri maupun dari aspek pendukung.
             Terdapat banyak pencapaian arsitektur yang dibangun di resor, dari daya tarik desain dan struktural hingga sistem lingkungan dan ramalan Feng Shui. Dan semua ini menyatu untuk menciptakan sebuah tempat yang sangat istimewa di jantung kota Singapore.





Sunday, November 25, 2018

Kritik Arsitektur - Metode Kritik Interpretif

KRITIK ARSITEKTUR
Objek : Esplanade Singapore
Gedung pertunjukan adalah sebuah bangunan gedung dengan fungsi untuk melayani dan memfasilitasi berbagai macam pertunjukan. Gedung ini merupakan ruang semi publik yang memiliki tujuan untuk menghibur orang dengan pertunjukan yang ditampilkan. Menurut Neufert (2002:136), gedung pertunjukan terdiri dari beberapa macam, yaitu :

  •        Teater
Ciri khas teater adalah dengan adanya bentuk tempat duduk dilantai bawah (yaitu penonton duduk pada bidang besar berbentuk kurva yang menanjak/naik) dan melaluisebuah depan panggung yang tampak jelas, depan panggung yang dapat dicontoh ( bidang pertunjukkan sebelum pintu gerbang di ruang penonton ) ( Neufert ,2002:137).

  •               Opera
Opera berarti bentuk drama panggung yang seluruhnya atau sebagian dinyanyikan denganiringan orkes atau musik instrumental.Menurut Neufert (2002:137) gedung opera mempunyai karakter adanya sebuah pemisahan ruang yang jelas secara arsitektur antara ruang penonton dan panggungmelalui musik orkestra dan banyaknya tempat duduk ( 1000 sampai 4000 tempat duduk )dan sistem yang sesuai dengan tempat duduk tidak terikat ( lepas ) atau balkon, pentinguntuk jumlah penonton yang banyak.c.

  •        Bioskop ( Cinema )
Bioskop merupakan pertunjukan yang diperlihatkan dengan gambar (film) yang disorotmenggunakan lampu sehingga dapat bergerak (berbicara). (KBBI, 2006:125).Sedangkan menurut Poerwadarminta (1976:303), gedung berarti bangunan (rumah) untukkantor, rapat/tempat mempertunjukan hasil-hasil kesenian, sehingga bisa di simpulkan bahwa gedung bioskop merupakan bangunan yang digunakan sebagai tempat untukmenampilkan pertunjukan film.
Fungsi dari sebuah gedung pertunjukan berbanding lurus dengan pertunjukan yang ditampilkan, namun seiring berkembangnya jaman dan teknologi, sudah banyak gedung pertunjukan yang multi-fungsi, seperti Ballroom dengan fungsi sebagai dance hall, music concert, Public Performing Space dengan fungsi sebagai pementasan drama.
Pada awalnya dibangunnya gedung pertunjukan adalah untuk memfasilitasi atau mewadahi seniman local  untuk mengeksplorasi kreatifitas dan bakat. Dari yang saya lihat dan amati fungsi dibangunnya sebuah gedung pertunjukan mulai sedikit bergeser dalam artian banyak fasilitas dan fungsi baru yang tetap berhubungan dengan pertunjukan tetapi tetap mengutamakan pada fungsi utamanya.
Gedung pertunjukan umumnya dibangun di pusat kota dengan pertimbangan mudah dalam pencapaian/akses dan pengumpulan audience. Tidak sedikit juga gedung pertunjukan yang dibangun di pesisir pantai dengan tujuan untuk menampung lebih banyak massa karena daerah pesisir cenderung lebih luas dan cukup ideal untuk dibangun sebuah gedung pertunjukan. Gedung pertunjukan dapat berupa gedung yang berdiri sendiri maupun menjadi bagian dalam suatu gedung. akan tetapi menurut saya akan lebih ideal jika gedung pertunjukan di bangun menjadi sebuah gedung yang berdiri sendiri dikarenakan tidak bisa dipungkiri akan banyak sekali pengunjung yang datang jika sedang dilaksanakannya suatu pertunjukan akan mengganggu aktifitas lain jiga disatukan di dalam suatu gedung.
Lebih dari itu gedung pertunjukan juga dibangun untuk menjadi suatu icon kota, sehingga dibangun dengan arsitektural seindah dan semenawan mungkin untuk menarik perhatian. Serta sebisa mungkin gedung pertunjukan dapat menggambarkan karakteristik atau memiliki jiwa dari suatu kota atau negara tempat berdirinya gedung pertunjukan. Lahan terbuka di sekeliling bangunan alangkangkah baiknya dibuat nyaman dan dan teduh agar pengunjung juga dapat menikmati keindahan eksterior bangunan tersebut.
Hal yang telah saya jabarkan di atas sangan tergambar pada sebuah gedung pertunjukan yang berada di singapura yaitu Esplanade Singapore. Didesain oleh Russell Johnson bangunan yang sangan indah dan menawan dapat seketika mencuri pandangan setiap orang yang lewat di depannya. Terletak di Marina Bay, Singapore, Esplanade telah menjadi salah satu icon negara tersebut. Tidak hanya di karenakan bangunan tersebut yang terletak di daerah terkenal singapura, bentuk Esplanade yang menyerupai buah durian sangat menggambarkan ciri khas dari sebuah negara bagian asia tenggara. Dapat menampung lebih dari 2000 tempat duduk, Esplanade ideal menjadi sebuah gedung pertunjukan untuk sebuah negara.
Seperti itulah sebuah gedung pertunjukan yang ideal dari segi besaran, lokasi dan desain bangunan menurut sisi pandang saya sebagai seorang mahasiswa arsitektur. Karena gedung pertunjukan seni pun merupakan sebuah karya seni.



Monday, October 29, 2018

Kritik Arsitektur - Analogi Dalam Berarsitektur



            Dalam merancang, ada banyak cara yang digunakan. Salah satunya yaitu dengan merancang secara analogi. Merancang secara analogi mengambil sumber-sumber bentuk yang berasala dari alam yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari. Sumber tersebut dapat menjadi suatu symbol dari bangunan itu diambil hanya karena pertimbangan estetika belaka.
Analogi dalam berarsitektur terbagi atas beberapa jenis sebagai berikut:
Bangunan Analogi
Analogi merupakan salah satu pendekatan bentuk yang digunakan dalam dunia arsitektur. Pendekatan analogi dapat dikatakan berhasil jika pesan yang ingin disampaikan atau objek yang dianalogikan dapat dimengerti oleh mayoritas orang. Dalam konsep analogi, hal yang terpenting adalah persamaan antara bangunan dan objek yang dianalogikan. Maksud persamaan ini adalah pesan yang akan disampaikan nantinya. Bukan benar-benar bentuk atau pun ukuran bangunan yang serupa.
Konsep analogi sendiri terdiri dari berbagai macam kategori berdasarkan tipe analogi yang digunakan. Analogi dalam berarsitektur terbagi atas beberapa jenis sebagai berikut:
  • Analogi Personal (Personal Analogy)
Yang dimaksudkan oleh analogi personal adalah seorang arsitek yang membayangkan atau mengandaikan dirinya sendiri sebagai bagian dari permasalahan yang ada di dalam desain sebuah arsitektur. Hal ini dimisalkan seperti sang arsitek yang seolah-olah membayangkan dirinya sebagai bangunan yang menghadap ke suatu arah tertentu, bagaimana respon yang akan diterimanya terhadap cahaya matahari yang datang.
  • Analogi Langsung (Direct Analogy)
Direct analogy atau analogi langsung ialah analogi yang paling mudah dimengerti atau dipahami bagi orang-orang lain dibandingkan dengan tipe analogi lainnya. Dengan analogi ini, arsitek akan menyelesaikan permasalahan desain berdasarkan fakta dari cabang-cabang ilmu lain.
  • Anaolgi Simbolik (Symbolic Analogy)
Analogi simbolik adalah analogi dimana sang arsitek menyelesaikan permasalahan desain dengan cara menyisipkan makna tertentu secara tersirat. Analogi ini dapat dikatakan sebagai bentuk analogi tidak langsung.
Dari tiga macam analogi diatas, sudah banyak bangunan yang dihasilkan dan dirancang oleh seorang arsitek. Apa saja sih contoh bangunan yang dikatakan sebagai bangunan analogi? Berikut ini adalah deretan contoh bangunan analogi, yakni :

  1. Menara Eiffel, Prancis
eiffel tower
Well, siapa yang tidak tahu dengan Menara Eiffel? Pada awalnya, Menara Eiffel dibangun sebagai gerbang I’Exposition Universelle 1889, yakni sebuah World’s Fair yang bertepatan dengan 100 tahun dari peristiwa Revolusi Perancis. Meski pada saat berlangsungnya proses pembangunan mendapat banyak kecaman dan protes dari masyarakat setempat, akan tetapi Menara Eiffel tetap dibangun dari tahun 1887 sampai dengan tahun 1889.Desain dari Menara Eiffel ini ternyata juga menggunakan pendekatan analogi, lho! Menara Eiffel dirancang sebagai sebuah bangunan yang menggambarkan sesosok wanita feminim yang elegan. Menara Eiffel seakan merepresentasikan bagaimana seorang wanita anggun berdiri, bagaimana bentuk tubuhnya yang elegan.

  1. Ronchamp Chapel – Le Corbuzier
Ronchamp Chapel
Le Corbuzier adalah salah satu arsitek terkenal dan berpengaruh di dunia arsitektural. Karya Le Corbuzier yang satu ini banyak sekali dimiripkan dengan bermacam-macam objek seperti telapak tangan yang membuka seolah berdoa, atau juga seperti kapal laut, bentuk bebek, topi pelukis dan masih banyak lagi.
Akan tetapi, arti dari bangunan tersebut ternyata berbeda dengan apa yang dimaksud dari Le Corbuzier sendiri. Broadbent menuturkan bahwa inspirasi dari Ronchamp Chapel ini berasal dari sebuah cangkang kepiting yang secara tidak sengaja ditemukan oleh Le Corbuzier pada saat sedang berjalan-jalan di Pulau Long Island.

  1. Bird Nest Stadium, Beijing China – Herzang & De Meuron
bird nest stadium
Bird Nest Stadium, dibangun oleh sang arsitek berdasarkan inspirasinya kepada bentuk sarang burung. Maka dari itu, penamaan dari stadium ini sendiri mengadopsi kata “bird nest”. Analogi dari sarang burung ini terlihat tidak hanya dari segi estetis eksteriornya saja.
Akan tetapi juga pada sistem struktural yang dapat terlihat dari luar bangunan. Seluruh struktur yang terlihat dari bagian luar ini merefleksikan cabang sarang yang menyatu satu sama lain sehingga menghasilkan ketahanan yang luar biasa pada setiap elemen bangunannya.

  1. Turning Torso, Swedia – Santiago Calatrava
turning torso
Analogi yang diambil dari bangunan Turning Torso ini adalah pergerakkan tubuh manusia yakni bentuk tulang belakang yang seolah seperti dipilin. Analogi ini memberikan pembelajaran mengenai movement dan structure. Sang arsitek, Calavatra menyadari bahwa di dalam struktur itu sendiri terdapat movement yang tidak dapat dihindarkan lagi pasti akan terjadi.
Pada desain Turning Torso ini dapat dilihat struktur tulang belakang manusia masih sangat memungkinkan untuk terjadinya pergerakkan. Akan tetapi, masih dapat menjadi struktur yang kokoh dan masih dapat bertahan hingga saat ini.

  1. Montjuic Communication Tower – Santiago Calatrava
Montjuic Communication Tower
Menara komunikasi ini terletak di daerah Montjuic, Barcelona, Spanyol. Montjuic merupakan sebuah area olimpiade, dimana Torre Telofonica ini difungsikan sebagai pengirim siaran televisi Olimpiade Musim Panas pada tahun 1992.
Sebagai arsitek, Santiago Calatrava mendesain menara ini dengan menggunakan analogi seperti seorang atlet yang tengah memegang obor olimpiade. Hal ini dihasilkan berdasarkan pertimbangan site dan fungsinya. Menara ini pun menggunakan pentransformasian dari sebuah bentuk alam dengan representasi simbolik.
Demikianlah beberapa contoh bangunan analogi tersebut. Dari bangunan-bangunan diatas, dapat disimpulkan bahwa konsep dapat lahir dari berbagai macam cara dan bentuk apapun.
Daftar Pustaka :
https://rumahlia.com/desain/contoh-bangunan-analogi


Tuesday, May 29, 2018

Golden Horn Bay Turkey


Golden Horn
For other uses, see Golden Horn (disambiguation).
Map of Istanbul's Historic Peninsula (lower left), showing the location of the Golden Horn and Sarayburnu (Seraglio Point) in relation to Bosphorusstrait, as well as historically significant sites (black), and various notable neighborhoods.
The Golden Horn (TurkishAltın BoynuzAncient Greek: Χρυσόκερας, ChrysókerasLatinSinus Ceratinus), also known by its modern Turkish name as Haliç ([hɑ̈ɫit͡ʃ]), is a major urban waterway and the primary inlet of the Bosphorus in IstanbulTurkey.
This prominent body of water is a horn-shaped estuary that joins Bosphorus Strait at the immediate point where the strait meets the Sea of Marmara, thus forming a narrow, isolated peninsula, the tip of which is "Old Istanbul" (ancient Byzantium and Constantinople), and the promontory of Sarayburnu, or Seraglio Point. The Golden Horn geographically separates the historic center of Istanbul from the rest of the city, and forms a natural, sheltered harbor that has historically protected GreekRomanByzantineOttoman and other maritime trade ships for thousands[1] of years.
While the reference to a "horn" is understood to refer to the inlet's general shape, the significance of the designation "golden" is more obscure, with historians believing it to refer to either the riches brought into the city through the bustling historic harbor located along its shores, or to romantic artistic interpretations of the rich yellow light blazing upon the estuary's waters as the sun sets over the city. Its Greek and English names mean the same, while its Turkish name, Haliç, simply means "estuary", and is derived from the Arabic word khaleej, meaning "gulf".
Throughout its storied past, the Golden Horn has witnessed many tumultuous historical incidents, and its dramatic vistas have been the subject of countless works of art



Description
1860-70 German map of Ottoman-era Istanbul, showing the Golden Horn (Sector B2) and its source rivers, Alibeyköy and Kağıthane.
The Golden Horn is the estuary of the Alibeyköy and Kağıthane Rivers. It is 7.5 kilometers (4.66 mi) long, and 750 meters (2,460 ft) across at its widest. Its maximum depth, where it flows into the Bosphorus, is about 35 meters (115 ft).
At present, the Golden Horn is spanned by five bridges. Moving from upstream to downstream (i.e. northwest to southeast), these are as follows:
1.     Haliç Bridge, completed in 1974, which connects the neighborhoods of Sütlüce and Defterdar
2.     Eski Galata Bridge (literally Old Galata Bridge), now-defunct, which used to connect the downstream neighborhoods of Karaköy and Eminönü, but was disassembled and relocated upstream between Ayvansaray and Keçeci Piri following extensive damage in 1992 caused by a fire originating in the kitchen of one of the restaurants located on the bridge's lower level. Originally dating back to 1912, the now-retired structure is no longer used for vehicular or pedestrian traffic, but functions as a seasonal outdoor exhibit and event space attached to Haliç Park.
3.     Atatürk Bridge, aka Unkapanı Bridge, completed in 1940, which connects Kasımpaşa and Unkapanı
4.     Golden Horn Metro Bridge, a pedestrianized railway crossing, completed in 2014, that extends subway line M2 of the Istanbul Metro across the Golden Horn
5.     Galata Bridge (its fifth incarnation, completed in 1994), between Karaköy and Eminönü
History
Seraglio Point from Pera, with the Bosphorus(left), the entrance of the Golden Horn (center and right), and the Sea of Marmara (distance) with the Princes' Islands on the horizon.
Gol
An aerial view of Galata (foreground), the Historic Peninsula (background), and the new Galata Bridge, which straddles the Golden Horn and, connects its two shores at the point where it meets the Bosphorus(off the picture, left) and the Sea of Marmara (behind the Historic Peninsula). Seraglio Point is located at the eastern tip of the Historic Peninsula (center, left). The Princes' Islands are along the horizon, at upper left.
Archaeological records show a significant urban presence on and around the Golden Horn dating back to at least the 7th century BC, with smaller settlements going as far back as 6700 BC as confirmed by recent discoveries of ancient ports, storage facilities, and fleets of trade ships unearthed during the construction works of the Yenikapı subway station and the Marmaraytunnel project.
Indeed, the deep natural harbor provided by the Golden Horn has always been a major economic attraction and strategic military advantage for inhabitants of the area, and the Eastern Roman colonizers that established Nova Roma along its shores, which became, in order, ByzantiumConstantinople, and ultimately, Istanbul, were no different.
The Byzantine Empire had its naval headquarters there, and walls were built along the shoreline to protect the city of Constantinople from naval attacks. At the entrance to the Horn on the northern side, a large chain was pulled across from Constantinople to the old Tower of Galata to prevent unwanted ships from entering. Known among the Byzantines as the Megàlos Pyrgos (meaning "Great Tower" in Greek), this tower was largely destroyed by the Latin Crusaders during the Fourth Crusade in 1204. In 1348, the Genoese built a new tower nearby which they called Christea Turris (Tower of Christ), now called Galata Tower.
There were three notable times when the chain across the Horn was either broken or circumvented. In the 10th century the Kievan Rus' dragged their longships out of the Bosphorus, around Galata, and relaunched them in the Horn; the Byzantines defeated them with Greek fire. In 1204, during the Fourth CrusadeVenetian ships were able to break the chain with a ram. In 1453, Ottoman Sultan Mehmed II, having failed in his attempt to break the chain with brute force, instead used the same tactic as the Rus'; towing his ships across Galata over greased logs and into the estuary.
After the Ottoman conquest of Constantinople in 1453, Mehmed II resettled ethnic Greeks along the Horn in the Phanar (today's Fener). Balat continued to be inhabited by Jews, as during the Byzantine age, though many Jews decided to leave following the takeover of the city. This area was repopulated when Bayezid II invited the Jews who were expelled from Spain to resettle in Balat.
In 1502, Leonardo da Vinci produced a drawing of a single-span 240-metre (790 ft) bridge over the Golden Horn as part of a civil engineering project for Sultan Bayezid II. Leonardo's drawings and notes regarding this bridge are currently displayed at the Museo della Scienza e della Tecnologia in MilanItaly. While the original design was never executed, the vision of Leonardo's Golden Horn Bridge was resurrected in 2001, when a small footbridge based on Leonardo's design was constructed near Ås in Norway by Vebjørn Sand.
Until the 1980s, the Horn was polluted with industrial waste from the factories, warehouses, and shipyards along its shores. It has since been cleaned, and the local fish, wildlife, and flora have been largely restored.
Nowadays, the Golden Horn is settled on both sides, and there are parks along each shore. The Istanbul Chamber of Commerce is also located along the shore, as are several MuslimJewish and Christian cemeteries. Other institutions along the Horn's banks include museums, congress and cultural halls, supporting facilities of the Turkish Navy, and campuses of various universities.
Today, the Horn's rich history and natural beauty make it a hugely popular tourist attraction in Istanbul, visited by 10 million international vacationers annually.
In popular culture
The Golden Horn is featured in many works of literature dealing with classical themes. For example, G. K. Chesterton's poem Lepanto contains the memorable couplet "From evening isles fantastical rings faint the Spanish gun, / And the Lord upon the Golden Horn is laughing in the sun."